Bila merebut hati milenial agar simpati dan cinta kepada dakwah adalah perang, sudah seserius apakah kita?
Bila ingin mendapatkan suara milenial adalah perang, sudah sebaik apakah program dan rencana kita?
2500 tahun yang lalu Sun Tzu, seorang ahli strategi perang negara Wu (Cina sekarang) mengatakan:
"Perang itu sesuatu yang serius, tidak selayaknya perang hanya sebagai uji coba...
Seorang pemimpin, jendral, seharusnya tahu kapan harus perang dan kapan tidak.
Oleh karena itu membuat rencana yang cermat adalah syarat utama untuk memenangi perang. Kemenangan harus terjamin sebelum maju perang. Semakin cermat dalam membuat rencana sebelum mulai Perang, kemungkinan untuk menang semakin besar.
Sebaliknya perencanaan yang kurang cermat akan menurunkan peluang untuk menang. Apalagi bila tidak punya rencana, kekalahan hanya tinggal menunggu waktu."
Bila menghadapi milenial diibaratkan perang, maka kita harus membuat rencana yang tepat, bukan yang muluk muluk.
Sun Tzu mengatakan:
"Jika seorang pimpinan mengetahui kekuatan pasukannya tetapi tidak memahami kekuatan lawannya, peluang untuk memenangkan perang hanya 50%.
Jika mengetahui kekuatan lawannya tapi tidak mengetahui kekuatan pasukannya, peluang menang juga hanya 50%.
Jika pimpinan lapangan tidak memahami keduanya, maka dia tidak memiliki peluang untuk menang.
Jika pemimpin tahu kekuatan kedua belah pihak tapi tidak mampu menyusun strategi nya, peluang menang masih 50%.
Jadi hanya jika pimpinan lapangan mengetahui kekuatan keduanya, memahami kondisi sosial masyarakat, kebiasaan lawan atau strategi lawan, basis teritorial dan dukungan serta berbagai situasi yang berkaitan dengan perang yang akan dilakukan, maka dia akan menang...."
Menghadapi generasi milenial, termasuk menda'wahinya, tentunya harus memahami karakteristik umum generasinya. Sangat tidak bijak bila memaksakan cara lama yang dulu sukses, untuk digunakan lagi kepada mereka. Kita tidak mungkin menggunakan cara yang sama dengan harapan sukses yang sama dengan situasi ruang dan waktu yang berbeda.
Pahami karakteristiknya, tentukan cara pendekatannya pastikan alat/senjata yang tepat.
Berdasarkan beberapa survei dan kajian, yang dirilis Kompas.com 17 agustus 2018, generasi yang lahir setelah tahun 1990 memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Kecanduan internet
Pada perilaku ini, ARC (Alvara Research Center) membagi menjadi 2 kategori kecanduan internet yakni penetrasi pengguna internet di Indonesia dan pola penggunaan fitur-fitur smartphone.
Di kategori penetrasi pengguna internet di Indonesia menunjukkan grafik paling tinggi sebesar 85,4 persen ada pada generasi milenial berumur 17-25 tahun.
Sebaliknya responden berusia 46-65 tahun cenderung hanya menggunakan fitur telepon, wa dan SMS saja dalam smartphone nya.
Sementara, responden berusia 17-25 tahun lebih memprioritaskan menggunakan fitur games, browsing, sosial media, dan messaging.
Generasi milenial mengonsumsi internet rata-rata di atas 7 jam sehari.
2. Mudah berpaling ke lain hati
Dalam perilaku ini, ARC mengatakan, tingkat loyalitas milenial kepada merek/perusahaan/institusi lebih rendah dibanding generasi lebih tua, mereka akan dengan mudah pindah ke merek lain.
Dalam beberapa obrolan memang generasi ini tidak terlalu suka dengan keterikatan dan formalitas organisasi bahkan dalam batas tertentu mereka juga tidak suka terikat dengan agama formal, meskipun mereka tidak anti agama atau anti Tuhan.
3. Dompet tipis
ARC juga melakukan survei mengenai perilaku pembayaran yang paling disukai oleh generasi milenial.
Hasilnya, sebanyak 76,8 persen generasi milenial lebih menyukai transaksi secara nontunai yakni menggunakan kartu debit, internet banking atau yang sejenisnya.
Jadi dompet milenial tidak tebal dipenuhi dengan uang cash karena semuanya bisa dilakukan melalui gawai.
4. . Kerja cerdas dan cepat
Dalam riset yang lain, UXC Professional Solutions, menunjukkan generasi milenial tidak cocok pada pekerjaan yang mengutamakan kehadiran secara kuantitas.
Generasi milenial lebih cocok dengan pekerjaan yang dominan dengan kecanggihan teknologi yang dikerjakan atau diselesaikan dimana saja selama ada jaringan internet.
ARC juga menyampaikan, milenial bukan generasi pemalas, mereka pintar beradaptasi dan bisa bekerja lebih efektif dibanding generasi sebelumnya.
5. Bisa apa saja
Survei ARC juga menggali informasi seputar perilaku ini dengan melakukan riset tentang konsumsi media milenial di Indonesia.
Diperoleh sebanyak 97,1 persen generasi milenial mengonsumsi televisi dan diikuti 83,4 persen memilih internet.
"Milenial bisa melakukan 2-3 aktivitas sekaligus, tercermin dari media yang diakses antara internet dan televisi, sama-sama tinggi.
Bahkan disaat bersamaan generasi milenial bisa menonton televisi sambil berselancar di internet.
Generasi ini bahkan bisa belajar dan mahir berenang melalui internet.
6. Liburan kapan saja dan di mana saja
Dari survei juga diketahui, 1 dari 3 milenial Indonesia pasti melakukan liburan minimal sekali dalam setahun.
ARC mengatakan, aku liburan maka aku ada. Itulah kredo generasi milenial, travelling seolah olah menjadi kebutuhan primer untuk menunjukkan jatidiri.
7. Cuek dengan politik
ARC juga menemukan bahwa generasi milenial menganggap politik adalah dunianya generasi yang lebih tua. Sehingga mereka acuh terhadap berbagai proses politik.
Hal ini tergambar pada segmentasi pemilih di Indonesia yang terbagi menjadi empat, yakni rasional, konservatif, swing (belum menentukan pilihan), dan apatis.
Diantara keempat segmen tadi, pemilih milenial paling banyak ada di pemilih apatis dan swing.
Begitu juga dalam hal perbincangan yang dilakukan sehari-hari. Generasi milenial cenderung lebih asik mengobrol tentang musik/film, olahraga, dan teknologi informasi.
Dalam hal ini, politik lebih digagas oleh generasi sebelumnya yakni responden yang berusia 35-49 tahun.
8. Suka berbagi
Generasi milenial juga memiliki kemurahan hati untuk berbagi pada aktivitas sosial dan sharing, baik konten offline maupun online.
ARC mengkategorikan perilaku ini menjadi 3 jenis:
1. Two Faces of Solidarity ,
mengindikasikan milenial peduli dengan masalah-masalah sosial. Namun, sikap tersebut masih sebatas euforia dan belum masif.
2. Sharing is better artinya milenial saat ini senang berbagi pengetahuan, ketrampilan, dan wawasan lainnya.
3. Followers is family yang berarti milenial memiliki solidaritas yang tinggi, terutama pada pengikutnya.
Nah, dengan memahami karakteristik diatas kita bisa menilai, apakah program yang kita buat sudah cocok dan menjawab kebutuhan mereka atau belum? Bagaimana juga approach nya?
Apakah cara cara lama yang dulu sukses merekrut generasi muda (periode 1980 sd 2010) masih akan sukses bila digunakan merekrut generasi milenial?
Juga pertanyaan, apakah nderek selling yang sukses tahun 2004 masih akan ampuh bila digunakan tahun 2024?
Wallahua'lam bi shawab
(Ust.Gufran Aziz Fuadi_Ugaf)
0 Comments